Menurut Ejaan Yang Disempurnakan materiel seharusnya ditulis dengan material, akan tetapi dari rasa bahasa tidak begitu enak. Mengapa tidak enak, oleh karena selama ini kita biasa dengan pembedaan arti material dengan materiel. Material sebelum EYD berarti sesuatu yang teraba, tangible, sedangkan materiel sesuatu yang abstrak, tak teraba. Oleh sebab itu saya minta izin kepada lembaga yang bertanggung jawab terhadap EYD, untuk dalam tulisan ini melanggar EYD, ya karena masalah rasa bahasa. Tidak rasional sebetulnya, akan tetapi tidak selamanya yang rasional itu lebih benar ketimbang segi rasa. Sekali-sekali rasa boleh tampil mengungguli yang rasional, bila perlu.
Dilihat dari segi kemajuan materiel, negara-negara maju (developed countries) ditandai dengan pesatnya industri padat modal (capital intensive), yang menghasilkan tingginya G.N.P. Di negara negara maju kwantitas output industri meningkat dengan cepatnya, jauh lebih cepat dari pertambahan penduduk. Apa yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat itu, ialah lebih banyak investasi modal di bidang industri, menghasilkan lebih banyak output. Sebagian dari output itu dipakai untuk menambah investasi pula. Modal yang baru yang lebih besar itu akan menghasilkan pula output yang baru lagi yang lebih besar. Tak ubahnya dengan roda yang berputar makin lama makin cepat. Keadaan yang demikian itu dikenal dengan istilah "umpan balik positif" (positive feedback).
Peningkatan produksi berjalin pengaruh-mempengaruhi dengan sikap hidup di negara-negara maju itu. Iklim dunia industri menuntut sikap hidup yang serba efisien dalam pengertian serba gerak cepat. Sebagai contoh, mobil-mobil di jalan bebas hambatan (high ways) di Eropah lajunya sekitar 160 km per jam. Maka ban-ban mobil yang semestinya masih dapat dipergunakan untuk laju yang lebih rendah, sudah mesti dibuang. Ini berarti menyuburkan industri karet sintetis dan industri ban-ban mobil. Makan dengan cepat menuntut cara makan dengan sistem makanan kotak (packaged foods), makanan berbungkus plastik dengan alat-alat makan seperti piring, sendok, garpu dari plastik. Jadi tidak usah menghabiskan waktu untuk mencuci piring. Habis makan, pembungkus, alat-alat makan piring, garpu sendok, pisau yang dari plastik itu dibuang saja. Dan ini menyuburkan industri plastik. Di Indonesia dan di negara-negara sedang berkembang lainnya (developing countries) gaya makan seperti ini sudah mulai mewabah juga.
Dari kedua contoh di atas dapat dilihat pengaruh timbal balik antara sikap hidup efiseien dengan roda produksi. Bukan itu saja, dari pihak industri/produsen dilancarkan tekanan terus menerus terhadap masyarakat dalam hal "selera" dengan reklame-reklame, iklan-iklan melalui mas media, spanduk-spanduk, pamflet-pamflet tempel dan selebaran, lampu-lampu dsb. Hasilnya, bahan-bahan sintetis mendesak bahan alamiyah, dan dari sudut ekonomi ini perlu, oleh karena negara-negara maju itu dapat bebas dari bahan-bahan mentah alamiyah yang semestinya diimport. Pengolahan bahan-bahan sintetis jauh lebih banyak membutuhkan bahan bakar dibanding dengan pengolahan bahan-bahan alamiyah. Di samping itu sikap hidup ingin serba mudah dan ringan, maka masyarakat di negara-negara maju itu membutuhkan banyak sekali budak-budak tenaga (energy slaves, maksudnya mesin-mesin). Sebagai contoh, di Amerika Serikat misalnya dibutuhkan lebih dari 8 triliyun daya kuda setiap tahunnya. Ini berarti setiap kepala di negara itu membutuhkan daya yang setara dengan 500 orang. Jadi pada hakekatnya, dilihat dari pemakaian daya, penduduk Amerika Serikat jumlah penduduknya yang sekarang harus ditambahkan dengan lipat 500 kali lagi. Dalam hubungan dengan ini Dr. James P.Lodge Jr dari The National Center for Atmosphere Research di Boulder, Colorado berkata: "We must limit our own population it is true, but it is even more necessary to impose a program of rigorous birth control on our energy slaves," maksudnya kita (orang Amerika) harus membatasi jumlah penduduk itu benar, akan tetapi yang lebih penbting ialah merencanakan pembatasan kelahiran yang ketat terhadap budak-budak tenaga kita.
Budak-budak tenaga itu menimbulkan malapetaka di darat dan di laut. Di darat artinya di tanah, di sungai dan udara di atas tanah dan sungai. Malapetaka itu berupa sampah-sampah, terutama sekali plastik dan teman-temannya yang sukar hancur, semisal ban-ban bekas. Pencemaran sungai-sungai oleh limbah zat-zat kimiawi dari pabrik-pabrik, pencemaran thermal sungai-sungai yang airnya dipakai untuk proses pendinginan. Demikianlah sungai-sungai itu dicemari oleh budak-budak tenaga dari dalam pabrik-pabrik. Sungai Rijn di Eropah misalnya sudah hampir menjadi selokan besar. Pencemaran udara di atas darat oleh cerobong gas asap pabrik-pabrik, terutama sekali CO2 sebagai penyebab globalisasi pencemaran thermal. Mengenai globalisasi pencemaran thermal ini, sebagai penyegaran ingatan, refreshing, silakan dibaca lagi seri 003 yang lalu. Pencemaran laut terjadi karena laut menampung air sungai yang kotor. Juga pencemaran di laut diakibatkan pula dari kapal-kapal tangki minyak yang pecah, yang bocor dan yang dicuci perutnya di tengah laut. Bencana yang disebutkan di atas itu diakibatkan oleh kotoran budak-budak tenaga itu. Di samping kotoran, budak-budak tenaga itu membutuhkan makanan, untuk dapat menghasilkan kotoran. Makanan budak-budak tenaga itu, yaitu minyak, juga membawa bencana. Adapun perang teluk baru-baru ini akibat makanan budak-budak tenaga itu. Jangan dikira kotoran budak-budak tenaga itu tidak mengakibatkan perang. Akibat pencemaran laut, maka daerah yang ikan mampu untuk dapat hidup tambah menjauh dari pantai. Pada tahun 1973 Eslandia mengklaim daerah lautnya melebihi dari aturan internasional. Eslandia mengancam akan menembaki kapal-kapal nelayan asing yang menangkap ikan pada daerah yang diklaimnya itu. Para nelayan Inggeris tidak menghiraukan ancaman itu, karena pikir mereka daerah itu adalah daerah lautan internasional, siapapun berhak menangkap ikan di situ. Dan Eslandia memenuhi ancamannya. Kapal-kapal nelayan Inggeris ditembakinya. Dan inilah yang dikenal dengan perang kabeljau dalam tahun 1973.
Demikianlah harga kemajuan materiel. Sangat mahal, dibayar dengan globalisasi pencemaran dan perang. Memang tidak ada yang gratis di permukaan bumi ini. Maka dengarlah firman Allah: Zhahara lfasaadu fi lbarri wa lbahri bimaa kasabat aydinnaas, liyudziyqahum ba'dhalladziy 'amiluw, la'allahum yarji'uwn. Muncullah bencana di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia. Demikian dirasakan kepada mereka (oleh Allah) sebagian yang mereka kerjakan. Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar. (S. Ar Rum 41).
Dan bagi mereka yang sangat getol memproduksi dan memakai tanpa perhitungan matang budak-budak tenaga, lalu mereka menyangka berbuat baik terhadap ummat manusia, berbuat baik untuk kemajuan peradaban dan kebudayaan, dengarlah firman Allah yang berikut: Wa idzaa qiyla lahum laa tufshiduw fi l.ardhi qaaluw innamaa nahnu mushlihuwn. Alaa innahum humu lmufshiduwna, wa la-kin laa yasy'uruwn. Apabila dikatakan kepada mereka jangan membuat bencana di atas bumi, mereka menjawab sesungguhnya kami berbuat baik. Tidaklah demikian, sesungguhnya mereka itu merusak, tetapi mereka tidak sadar akan hal itu. (Al Baqarah 11 dan 12). WaLlahu a'lamu bisshawab.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar