Oleh : Emral Djamal Dt.Rajo Mudo
Menurut keterangan Tuo Silek Pauah Limo pada awalnya yang turun dari Kubung Tigo Baleh adalah Inyiek Nan Barampek Nagari Pauh berasal dari Kubung Tigo Baleh , yakni :
Pada zamannya yang dinamakan Pauah itu terdiri dari 3 kena garian, yakni (1) Kenagarian Limau Manis, (2) Kenagarian Pauah V (3) Kenagarian Pauah Sambilan.
Setelah Nagari Limaumanih, Nagari Pauah V dan Kenagarian Pauah Sambilan, terbentuk pula Nagari Lubuak Kilangan, Nagari Nan XX Lubuak Bagaluang, dan Nagari Padang.
silek (foto:padangekspres.co.id) |
Inyiek Sangguno Dirajo – dari suku Tanjung
Inyiek Sumbo – dari suku Caniago
Rajo Perak - dari suku Jambak
Rajo Anggang – dari suku Koto
Kemudian Pauah terdiri dari Pauah Limo dan Pauah Sembilan menjadi Pauah Si Ampek Baleh, dengan Ninik Mamaknya 14 dan Tapiannya 14 juga dengan 14 Tuo Pandeka yang dikordinir oleh seorang Ninik Mamak Pandekanya akan ganti Ampanglimo Pandeka dalam Adat. Si Ampek Baleh ini dikukuhkan dan dilapeh dari Sianik (sekarang masih ada Sawah Sianik). Pusat pimpinan Pauh Si Ampek Baleh terletak di Kampung Dalam Binuang dipimpin Rajo Putih dari suku Melayu.
Koto Tangah merupakan nagari yang penduduknya memiliki ikatan tali persaudaraan secara adat dengan Pauah Si Ampek Baleh, namun saling berdiri sendiri dalam wilayahnya. Wilayah ini merupa kan tempat strategis yang menguasai hubungan Padang dengan pe dalaman darek, yang setiap saat bisa menyetop arus dagang ke Na gari Padang, dan disini pula pengaruh Aceh sangat terasa karena banyak dari mereka bertempat tinggal di sana
Tetapi Groenewegen berhasil memisahkan Kototangah dari Pauh berupa suatu perjanjian dengan para pemimpin Kototangah yang dijadikan pengikut VOC. Dari peristiwa ini lahir ungkapan “Pauh manghadang Kototangah, Kototangah manghadang Pauah”. Pada hal secara adat pula hubungan mereka sebenarnya adalah se perti bersaudara adik kakak, yang diungkapkan lewat adagium adatnya dimana “Kototangah adik, Pauah kakak”
Pada tahun 1665 rakyat Pauh pernah mencoba menyerang “Nagari Padang” (maksudnya adalah menyerang Belanda dibawah pimpinan Groenewegen yang berkedudukan di Padang). Ungkapan adat “Pauah mahadang Kototangah, Kototangah mahadang Pauah” yang berawal dari peristiwa ini, berakibat sampai hari ini masing-masingnya menjadi satu kesatuan wilayah otonomi adat yang saling berdiri sendiri. Tatanan adatnya menyebutkan Koto tangah dengan 10 Ninik Mamak Penghulu Adatnya, 9 Tapiannya dan 10 pula Tuo Pandekanya.
Pertengahan tahun 1665, Groenewegen berhasil membuat perjanjian dagang tertulis dengan mereka. Tetapi tahun 1666, (sesudah Groenewegen meninggal), menurut VOC rakyat Koto Ta ngah secara “khianat” tidak mengakui perjanjian tersebut dan loji Belanda di sana malah dibakar sampai habis. (Rusli Amran, hl.174-175). Pada mulanya Koto Tangah sebagai kota dagang, netral saja. Mereka tidak memihak Aceh dan tidak pula bersekutu dengan Belanda. Oleh karena itu Groenewegen diterima dengan baik sebagai partner dagang. Selanjutnya Rusli Amran menegaskan bahwa hanya tinggal daerah Pauh saja yang nanti kita lihat tidak henti-hentinya merugikan Belanda. Apakah masalahnya?
Sistem Adat Pauah Si Ampek Baleh
Menurut Ismar Maadis Datuk Putih, mantan Kasi Kebu dayaan Diknas Kota Padang, seorang Ninik Mamak yang berasal dari Muaro Paneh Kubung Tigo Baleh menjelaskan bahwa : “ Penduduk yang datang dari daerah Kubuang Tigo Baleh, Solok sam pai di daerah Padang secara berangsur-angsur membangun pemu kiman dengan bingkai aturan yang dibawa dari daerah asalnya. Adat atau tatacara masyarakat Pauah secara umum sama dengan adat dan budaya Minangkabau, seperti di bidang kekerabatan yaitu memakai sistem garis keturunan ibu (matrilinial). Adatnya tersimpul dalam “adat nan ampek”, serta hidup bersuku-suku, bermamak bakamanakan, bakorong bakampuang, bakoto banagari, ba-andan ba-pasumandan, ba-bako ba-baki dan sebagainya.
Dalam perkembangan adat selanjutnya berdirilah Pauah Si Ampek Baleh yang merupakan kesatuan dari Pauah Limo dan Pauah Sambilan. Pauah Limo menempati daerah Kuranji dan sekitarnya. Pauah Si Ampek Baleh terdiri 14 Suku, di Pauah Limo terdapat 5 suku yakni suku Jambak, Koto, Tanjuang, Caniago, dan Melayu, sedangkan pada masyarakat Pauah Sambilan terdapat sembilan suku yaitu suku Jambak Nan Duo, Jambak Nan Batujuah, Koto Nan Batujuah, Piliang, Tanjuang, Sikumbang, Melayu, Guci, dan Caniago. Struktur kepemimpinan dalam nagari terdiri dari : pangulu, urang tuo, pandito (malin) dan Tuo Tapian. Penghulu ada lah kepala suku, urang tuo bertugas mengurus perdamaian adat, sedangkan tugas lainnya diurus oleh pandito atau malin. Tuo Tapian dan jajarannya pandekanya sebagai pemayung parik paga atau pimpinan keamanan yang memegang, mengawasi dan mengen dalikan Sasaran Silat.
Selain Tuo Tapian diangkat pula seorang kapalo mudo (pim pinan pemuda, pandeka mudo, dubalang mudo) yang bertugas sebagai perpanjangan tangan penghulu untuk mengatur masalah baik alek ketek, alek gadang, alek kematian, sampai kepada perhelatan kesenian “anak nagari” dan sebagainya. Kemudian dite tapkan pula seorang yang bertugas sebagai hulubalang dari peng hulu atau pejabat adat pada kelompok kaumnya. Disamping itu, dalam masyarakat Pauah Sambilan ditetapkan pula bahwa urang tuo atau urang sako yang bertugas sebagai penasehat penghulu. …bersmbung…… tulisan sebelumnya klik disini
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar