Padang Dalam Pemerintahan Adat: Bagian Ketiga Dari Tulisan Kota Padang Dalam Tinjauan Tradisi

Bookmark and Share
Oleh : Emral Djamal Dt.Rajo Mudo

3. Padang Dalam Pemerintahan Adat

Dalam penyelenggaraan pemerintahan secara adat ada dua sistem kekuasaan yang diundangkan dalam adat, yakni system Bodi Caniago dan Koto Piliang. Sistem Bodi Caniago ditata oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, yakni berazaskan demokrasi kerakyatan dengan pimpinan pucuak tagerai (presidium). Koto Piliang ditata oleh Datuk Ketumanggungan yakni system Pertuanan (kerajaan) dengan pimpinan seorang raja Yang Dipertuan. 

muara padang
Pelabuhan Muara Padang (Foto:commons.wikimedia.org)
Dalam menata pemerintahan masyarakat di Minangkabau selanjutnya system tersebut digabungkan, yakni gabungan system Koto Piliang dan Bodi Caniago dengan paham egaliter dan kerak yatan yang tinggi, duduk sama rendah tegak sama tinggi, serta unsur musyawarah dan mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Sementara pimpinan merupakan pucuak bulek ka ganti rajo. tokoh yang didahulukan selangkah ditinggikan seranting. Ini berlaku dalam suasana damai, aman dan tentram.

Namun dalam masa kemelut dan darurat, kepemimpinan ber alih kepada Tuan Gadang sebagai daulat perang, yang disebut Am panglimo Basa, atau Ampanglimo Basa Harimau Campo Koto Piliang. Eksistensi Padang sebagai wilayah kerajaan rantau justru lahir, tumbuh dan dewasa dalam suasana darurat perang. Karena itu Padang dalam masa darurat dipimpin oleh seorang Ampanglimo Rajo dibantu oleh Hulubalang Rajo. Dalam pertumbuhannya, kegiatan dagang selalu mengalami gangguan, ancaman dan menjadi ajang perebutan antara para penjarah, penyamun dan perampok dengan berbagai kepentingan ekonomi maupun politik. Baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Inilah kemudian yang menjadikan Padang tumbuh sebagai negeri bandar pelabuhan dan kerajaan rantau termuda di Pesisir Barat Sumatera Barat.

Konflik-konflik yang terjadi ada yang bisa diselesaikan secara damai dalam sebuah balai musyawarah, namun tidak urung pula konflik justru terpaksa diselesaikan secara fisik. Penyelesaian secara fisikal ini berarti berhadapan dengan tokoh-tokoh pendekar pende kar parik paga nagari, urang-urang bagak yang tangguh dan ter nama, orang-orang yang alim ilmu serta kaum adat, penghulu mantri, satria-satria pendekar cadiek pandai serta hulubalang-hulubalang yang datang dari selingkar nagari Padang seperti dari Indrapura, Bandar Sepuluh, Salido, Bayang, Tarusan, yang melibat kan Kubung Tiga Belas, Agam, Tiku, Pariaman, dan bahkan dari Pagaruyung, Sungai Tarab dan Batipuh Pariangan Padang Panjang.


Dibawah kepemimpinan tertinggi seorang Panglima Raja yang berdaulat dalam kerajaan rantau Nagari Padang dibantu beberapa orang ninik mamak dari kalangan penghulu yang berani dan satria pendekar yang dijuluki “Tuanku Bagak”, Hulubalang-Hulubalang yang berada dalam komando Ampanglimo Basa-nya. mengadakan konsolidasi dan kordinasi kekuatan pertahanan anak nagari (rakyat) untuk tidua siang bajago malam, tagaknyo di pintu mati” mem pertahankan eksistensi Nagari Padang. sebagai Bandar dagang utama, dan kerajaan rantau di Pesisir Barat Minangkabau dari penja rahan asing.*  Bersambungartikel sebelumnya latar budaya 

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar