Pengertian Hukum Perkawinan
Hukum perkawinan merupakan pengaturan hukum mengenai perkawinan. Dapat juga dikatakan bahwa hukum perkawinan adalah persekutuan hidup antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah/teratur dan yang dikukuhkan dengan hukum formal.
Hukum perkawinan mutlak diadakan di Indonesia untuk memberikan prinsip-prinsip dan landasan hukum bagi pelaksanaan perkawinan yang selama ini telah berlaku di Indonesia. Perkawinan telah dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia di Indonesia, oleh karena itu prinsip dasar mengenai hukum perkawinan juga dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana dimaksud dalam pasal 28B ayat 1.
Tulisan berikut ini disadur dari penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pengaturan Hukum Perkawinan
Pengaturan mengenai hukum perkawinan di Indonesia dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pengaturan mengenai hukum perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bukan hanya disusun berdasarkan prinsip dan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetapi juga disusun dengan mengupayakan menampung segala kebiasaan yang selama ini berkembang dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan mengakomodir ketentuan hukum agama dan kepercayaan serta tradisi yang berkembang dalam masyarakat, meskipun kadang masih dianggap belum sepenuhnya sesuai.
Sebagai upaya mengakomodir ketentuan hukum agama dan kepercayaan masyarakat dalam hukum perkawinan di Indonesia, maka terdapat ketentuan yang berbeda dalam hukum perkawinan di Indonesia yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengaturan mengenai hukum perkawinan di Indonesia dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pengaturan mengenai hukum perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bukan hanya disusun berdasarkan prinsip dan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetapi juga disusun dengan mengupayakan menampung segala kebiasaan yang selama ini berkembang dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan mengakomodir ketentuan hukum agama dan kepercayaan serta tradisi yang berkembang dalam masyarakat, meskipun kadang masih dianggap belum sepenuhnya sesuai.
Sebagai upaya mengakomodir ketentuan hukum agama dan kepercayaan masyarakat dalam hukum perkawinan di Indonesia, maka terdapat ketentuan yang berbeda dalam hukum perkawinan di Indonesia yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Hukum perkawinan yang berlaku bagi orang Indonesia asli adalah hukum agama yang telah diterima oleh hukum adat;
- Hukum perkawinan yang berlaku bagi orang Indonesia asli lainnya adalah hukum adat;
- Hukum perkawinan yang berlaku bagi orang Indonesia Asli yang beragama Kristen adalah Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesia (S. 1933 Nomor 74);
- Hukum perkawinan yang berlaku bagi orang Timur Asing Cina dan warganegara Indonesia keturunan Cina adalah ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
- Hukum perkawinan yang berlaku bagi orang-orang Timur Asing lain-lainnya dan warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya adalah disesuaikan dengan hukum Adat mereka;
- Hukum perkawinan yang berlaku bagi =orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Prinsip/Azas Pengaturan Hukum Perkawinan
Hukum-PerkawinanPengaturan mengenai hukum perkawinan sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengandung beberapa prinsip atau azas sebagai berikut:
Pertama : Bahwa membentuk keluarga yang bahagia dan kekal merupakan tujuan dari perkawinan, oleh karena itu dalam rangka mencapai kesejahteraan (sprituil dan materil) maka suami dan istri perlu untuk saling membantu dan melengkapi satu sama lain;
Kedua : Bahwa suatu perkawinan telah dianggap sah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, namun tetap harus dilakukan pencatatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan adalah sama pentingnya dengan pencatatan peristiwa penting lainnya dalam kehidupan seseorang. Sebagai contoh adalah pencatatan kelahiran;
Ketiga : Bahwa pengaturan mengenai hukum perkawinan adalah sesuai dengan azas monogami. Namun seorang suami diizinkan untuk beristri lebih dari satu apabila telah memenuhi berbagai persyaratan tertentu yang telah ditetapkan dan diputuskan melalui pengadilan;
Keempat : Bahwa calon suami istri adalah mereka yang dianggap telah matang untuk melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan dengan dengan baik dengan keturunan yang sehat. Sehubungan dengan itu, maka dalam hukum perkawinan diatur mengenai batasan umum untuk melangsungkan perkawinan yaitu 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi lak-laki;
Kelima : Bahwa perkawinan memiliki tujuan yang baik. Oleh karena itu, hukum perkawinan mengatur syarat yang ketat dalam urusan perceraian. Perceraian harus memiliki alasan tertentu dan dilaksanakan di hadapan pengadilan yang ditetapkan;
Keenam : Bahwa pengaturan dalam hukum perkawinan mengatur adanya keseimbangan hak dan kedudukan suami dan istri dalam perkawinan.
Sumber
Hukum-PerkawinanPengaturan mengenai hukum perkawinan sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengandung beberapa prinsip atau azas sebagai berikut:
Pertama : Bahwa membentuk keluarga yang bahagia dan kekal merupakan tujuan dari perkawinan, oleh karena itu dalam rangka mencapai kesejahteraan (sprituil dan materil) maka suami dan istri perlu untuk saling membantu dan melengkapi satu sama lain;
Kedua : Bahwa suatu perkawinan telah dianggap sah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, namun tetap harus dilakukan pencatatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan adalah sama pentingnya dengan pencatatan peristiwa penting lainnya dalam kehidupan seseorang. Sebagai contoh adalah pencatatan kelahiran;
Ketiga : Bahwa pengaturan mengenai hukum perkawinan adalah sesuai dengan azas monogami. Namun seorang suami diizinkan untuk beristri lebih dari satu apabila telah memenuhi berbagai persyaratan tertentu yang telah ditetapkan dan diputuskan melalui pengadilan;
Keempat : Bahwa calon suami istri adalah mereka yang dianggap telah matang untuk melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan dengan dengan baik dengan keturunan yang sehat. Sehubungan dengan itu, maka dalam hukum perkawinan diatur mengenai batasan umum untuk melangsungkan perkawinan yaitu 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi lak-laki;
Kelima : Bahwa perkawinan memiliki tujuan yang baik. Oleh karena itu, hukum perkawinan mengatur syarat yang ketat dalam urusan perceraian. Perceraian harus memiliki alasan tertentu dan dilaksanakan di hadapan pengadilan yang ditetapkan;
Keenam : Bahwa pengaturan dalam hukum perkawinan mengatur adanya keseimbangan hak dan kedudukan suami dan istri dalam perkawinan.
Sumber
Blog Ini Didukung Oleh :
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar