Pemerintah bekerjasama dengan perbankan nasional berkomitmen membantu Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dengan program KUR, TKI bisa meminta kredit dari perbankan untuk mengurusi penempatannya di luar negeri. Pemerintah menjamin 80 persen dari kredit TKI pada perbankan ini.
Poin tersebut merupakan bagian dari Adendum III Nota Kesepahaman Bersama tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi. Nota Kesepahaman ini ditandatangani Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri, dan perwakilan beberapa bank di Jakarta, (16/9).
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan penyaluran KUR bagi TKI penting untuk mempermudah calon TKI yang akan mengurus penempatannya di luar negeri. Sebab, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit dan cukup memberatkan bagi TKI. Ada banyak persyaratan administratif yang harus dipenuhi, misalnya pembuatan paspor, pengurusan izin, tiket, dan lainnya.
Hatta menerangkan, untuk memenuhi biaya ini calon TKI seringkali menggadaikan aset utama mereka seperti rumah atau tanah. Padahal, kemampuan mereka membayar kembali tidak signifikan. Akibatnya, banyak yang kehilangan aset berharga.
Cara lain yang dilakukan TKI, lanjut Hatta, dengan memakai biaya dari perusahaan penyalur. Pengembalian biaya dilakukan melalui pemotongan gaji. Namun, cara ini justru menurunkan kinerja TKI dan mempersulit keuangan mereka.
“Kita tidak pernah paham berapa persisnya yang harus dibayar oleh para TKI. Ketika kita berunding dengan salah satu Negara penerima, ternyata banyak TKI yang tidak bisa mendapatkan upah sampai sekian bulan karena harus melunasi biaya pengurusan macam-macam sebelum keberangkatan. Akibatnya performa kerja mereka menurun, yang mengakibatkan mereka berhenti bekerja, pindah kerja dan sebagainya,” terangnya.
Karena itu, pemberian kredit ringan melalui KUR akan mendorong kemandirian TKI di luar negeri.
Di sisi lain, penyaluran KUR bagi TKI juga akan memudahkan pemerintah mengawasi dan mengetahui keberadaan TKI. Sebab, mereka jadi terdaftar pada salah satu bank yang memberikan kredit. “Ini untuk menjamin dan mengukur biaya kebutuhan bagi TKI. Intinya bagaimana TKI kita di luar negeri dimudahkan dan terkontrol,” katanya.
Direktur Utama Bank BRI, Sofjan Baasir, mengatakan komitmen BRI dalam penyaluran KUR ini karena melihat kebutuhan KUR bagi TKI sangat nyata. “Selama ini untuk kebutuhan biaya, tidak jarang mereka ke rentenir. TKI biasanya juga menjual tanah atau investasi yang dia miliki,” katanya.
Lanjut Sofjan, dengan tingkat suku bunga yang tinggi mekanisme ini jadi beban buat TKI. Apalagi kebutuhan biaya calon TKI tidak sedikit. Selain biaya administrasi sebagaimana disampaikan Hatta, Sofjan mengatakan TKI biasanya juga butuh cadangan biaya hidup selama tiga bulan pertama.
Untuk menjamin penyaluran KUR, Sofjan mengatakan BRI bekerjasama dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sebagai penyalur. “Kita akan bangun sistem bekerjasama dengan PJTKI untuk meminimalisir resiko penyaluran kredit KUR bagi TKI ini,” katanya.
Lanjut Sofjan, skema pemberian kredit bagi TKI berkisar dari Rp15 juta hingga Rp60 juta. Klasifikasinya dibedakan antara unskilled labor, seperti buruh atau pembantu rumah tangga dan skilled labor seperti perawat atau teknisi.
Pemberian kredit juga melihat besaran gaji yang diterima TKI. Lamanya masa kredit berkisar antara 12 bulan sampai 36 bulan cicilan. “Itu akan dipotong langsung perusahaan di sana, dan dibayarkan ke bank pemberi pinjaman melalui PJTKI” urainya.
Baik Hatta maupun Sofjan berharap mekanisme ini bisa mempermudah dan meringankan beban TKI. Meski demikian, tahap awal pemberian KUR baru bisa dinikmati TKI yang penempatannya ke Malaysia.
Sumber : hukumonline
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan penyaluran KUR bagi TKI penting untuk mempermudah calon TKI yang akan mengurus penempatannya di luar negeri. Sebab, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit dan cukup memberatkan bagi TKI. Ada banyak persyaratan administratif yang harus dipenuhi, misalnya pembuatan paspor, pengurusan izin, tiket, dan lainnya.
Hatta menerangkan, untuk memenuhi biaya ini calon TKI seringkali menggadaikan aset utama mereka seperti rumah atau tanah. Padahal, kemampuan mereka membayar kembali tidak signifikan. Akibatnya, banyak yang kehilangan aset berharga.
Cara lain yang dilakukan TKI, lanjut Hatta, dengan memakai biaya dari perusahaan penyalur. Pengembalian biaya dilakukan melalui pemotongan gaji. Namun, cara ini justru menurunkan kinerja TKI dan mempersulit keuangan mereka.
“Kita tidak pernah paham berapa persisnya yang harus dibayar oleh para TKI. Ketika kita berunding dengan salah satu Negara penerima, ternyata banyak TKI yang tidak bisa mendapatkan upah sampai sekian bulan karena harus melunasi biaya pengurusan macam-macam sebelum keberangkatan. Akibatnya performa kerja mereka menurun, yang mengakibatkan mereka berhenti bekerja, pindah kerja dan sebagainya,” terangnya.
Karena itu, pemberian kredit ringan melalui KUR akan mendorong kemandirian TKI di luar negeri.
Di sisi lain, penyaluran KUR bagi TKI juga akan memudahkan pemerintah mengawasi dan mengetahui keberadaan TKI. Sebab, mereka jadi terdaftar pada salah satu bank yang memberikan kredit. “Ini untuk menjamin dan mengukur biaya kebutuhan bagi TKI. Intinya bagaimana TKI kita di luar negeri dimudahkan dan terkontrol,” katanya.
Direktur Utama Bank BRI, Sofjan Baasir, mengatakan komitmen BRI dalam penyaluran KUR ini karena melihat kebutuhan KUR bagi TKI sangat nyata. “Selama ini untuk kebutuhan biaya, tidak jarang mereka ke rentenir. TKI biasanya juga menjual tanah atau investasi yang dia miliki,” katanya.
Lanjut Sofjan, dengan tingkat suku bunga yang tinggi mekanisme ini jadi beban buat TKI. Apalagi kebutuhan biaya calon TKI tidak sedikit. Selain biaya administrasi sebagaimana disampaikan Hatta, Sofjan mengatakan TKI biasanya juga butuh cadangan biaya hidup selama tiga bulan pertama.
Untuk menjamin penyaluran KUR, Sofjan mengatakan BRI bekerjasama dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sebagai penyalur. “Kita akan bangun sistem bekerjasama dengan PJTKI untuk meminimalisir resiko penyaluran kredit KUR bagi TKI ini,” katanya.
Lanjut Sofjan, skema pemberian kredit bagi TKI berkisar dari Rp15 juta hingga Rp60 juta. Klasifikasinya dibedakan antara unskilled labor, seperti buruh atau pembantu rumah tangga dan skilled labor seperti perawat atau teknisi.
Pemberian kredit juga melihat besaran gaji yang diterima TKI. Lamanya masa kredit berkisar antara 12 bulan sampai 36 bulan cicilan. “Itu akan dipotong langsung perusahaan di sana, dan dibayarkan ke bank pemberi pinjaman melalui PJTKI” urainya.
Baik Hatta maupun Sofjan berharap mekanisme ini bisa mempermudah dan meringankan beban TKI. Meski demikian, tahap awal pemberian KUR baru bisa dinikmati TKI yang penempatannya ke Malaysia.
Sumber : hukumonline
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar