Pekerja Sekarang Dapat Meminta di PHK Dengan Syarat-Syarat Tertentu

Bookmark and Share
Pada hari Senin tanggal 16 bulan Juli 2012 Mahkamah Konstitusi (“MK”) mengabulkan seluruhnya permohonan pengujian Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dengan Putusan Nomor 58/PUU-IX/2012.

MK memutuskan bahwa Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: ‘Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu’.

MK berpendapat pembayaran upah tepat waktu merupakan hal yang sangat penting bagi buruh/pekerja Indonesia karena upah tersebut seringkali merupakan satu-satunya penghasilan yang dijadikan tumpuan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sehari-hari dan oleh sebab itu hukum sudah seharusnya memberikan kepastian bagi pekerja atas pembayaran upahnya. Oleh sebab itu apabila kepastian dalam pembayaran upah tidak dapat diwujudkan oleh pengusaha, dalam hal ini pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih, maka pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) sesuai dengan ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c UU 13/2003 dan pekerja berhak menerima hak-haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 169 ayat (2) UU 13/2003.

Selain itu hak pekerja untuk mendapatkan PHK tidak terhalang oleh adanya tindakan pengusaha yang kembali membayar upah pekerja secara tepat waktu setelah adanya permohonan PHK oleh pekerja ke pengadilan, dengan ketentuan bahwa pekerja telah melakukan upaya yang diperlukan untuk mendapatkan haknya agar upah dibayarkan secara tepat waktu namun tidak diindahkan oleh pengusaha. Hal itu untuk melindungi hak-hak pekerja untuk mendapatkan kepastian dan perlakuan hukum yang adil dan hak pekerja untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

Maka berdasarkan putusan MK tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 

  • Pekerja berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) atau dengan kalimat lain yang meminta PHK adalah pekerja sendiri dan bukan dari pengusaha/perusahaan, apabila pengusaha/perusahaan tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih meskipun pengusaha/perusahaan membayar upah secara tepat waktu sesudah itu; dan 
  • Permohonan PHK dari pekerja tersebut adalah bukan merupakan pengunduran diri sehingga mempunyai implikasi hukum pengusaha/perusahaan berkewajiban untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan dan uang kompensasi yang besar dan jumlahnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan. 

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar