Apa itu BMT?
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro berbasis syariah (Islam).
Keberadaan baitul maal wa tamwil (BMT) sebagai salah satu perintis lembaga keuangan dengan prinsip syariah di Indonesia, dimulai dari ide para aktivis Masjid SalmanITBBandung yang mendirikan Koperasi Jasa Keahlian Teknosa pada 1980. Koperasi inilah yang menjadi cikal bakal BMT yang berdiri pada tahun 1984.
Konsep awal BMT dimulai dari tesis syar’iyah, “Dapatkah konsep Maal dan Tamwil digabungkan menjadi satu?”, satu sama lain saling melengkapi. Maal yang diambil dari ZIS dijadikan pengaman pembiayaan bagi 8 golongan yang berhak menerima zakat (ashnaf). Singkatnya, dana ZIS digunakan sebagai dana produktif. Sedangkan Tamwil, murni bisnis yang hitungannya dan akadnya jelas. Kewajiban dan hak-haknya, yang digunakan secara bisnis murni.
Lalu bagaimana sebuah koperasi dapat dikategorikan sebagai koperasi syariah yang unit simpan pinjamnya sebagai BMT?
Berdasarkan buku Pedoman Cara Pembentukan BMT yang disusun oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk), sebuah LSM yang mendapat pengakuan BI dalam kaitan kerjasama pengembangan usaha kecil disebutkan bahwa anggota pendiri BMT harus terdiri dari 20-44 orang. Modal awal yang dibutuhkan BMT tersebut bisa diperoleh dari patungan para pendiri tersebut. Modal awal yang diperoleh dari para pendiri itu disebut Simpanan Pokok Khusus. Simpanan ini mendapat prioritas atau penghargaan yang lebih dari Sisa Hasil Usaha (SHU). Di samping itu, para pendiri juga mendapat porsi SHU lainnya sesuai dengan keterlibatannya dalam usaha-usaha BMT. Maka bagi pendiri sebaiknya mulai menggulirkan wacana pembentukan BMT ini. Setelah bisa mengumpulkan sejumlah yang dibutuhkan, kita bisa menyusun panitia penyiapan pendirian BMT. Selain menyetor Simpanan Pokok Khusus tadi, sebagai anggota, para pendiri itu juga harus membayar Simpanan Pokok, Simpanan Wajib dan kalau ada Simpanan Sukarela. Dari modal para pendiri inilah dilakukan investasi untuk membiayai pelatihan pengelola, mempersiapkan kantor sederhana dengan peralatannya. Sebelum ada penghasilan yang rutin, biaya operasional sehari-hari tentu harus ditutup dari modal tadi. Selain dari sendiri, modal sebenarnmya juga bisa diperoleh dari yayasan, kas masjid, lembaga pengelola ZIS dan sejenisnya.
Bagaimana BMT tersebut memperoleh penghasilan?
Tentu saja pengelola BMT harus bisa menyalurkan pembiayaan kepada anggota kelompok usaha sehingga diperoleh keuntungan. Anggota kelompok usaha itu bisa berupa industri rumah tangga, pedagang pasar, pedagang buah, penjual bakso, pedagang asongan atau apa saja yang memiliki prospek usaha yang baik. Di sinilah kuncinya, pengelola harus jeli dalam melihat peluang usaha dan pandai membina pengusaha kecil. Tentu saja dalam memberikan pembiayaan, BMT harus menggunakan skim pembiayaan syariah.
Secara umum BMT menggunakan tiga skim pembiayaan, yakni dengan prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dan sistem non profit. Pembiayaan bagi hasil bisa menggunakan skim mudharabah, musyarakah, muzaraah dan musaqah. Pada mudharabah, BMT sebagai penyandang dana dan pengusaha sebagai pengelola dana, dan yang dibagihasilkan hanya keuntungannya saja (profit sharing). Sedangkan pada musyarakah, BMT maupun pengusaha sama-sama mengeluarkan modal, dan yang dibagihasilkan pendapatannya (loss and profit sharing), dengan porsi tertentu yang telah disepakati. Sedangkan muzaraah dan musaqah umumnya berlangsung di bidang pertanian.
Pada pembiayaan dengan prinsip jual beli, BMT membelikan barang kebutuhan nasabah?
Bisa barang produktif maupun konsumtif, ntuk selanjutnya barang tersebut dijual kepada nasabah dengan margin keuntungan tertentu yang disepakati antara BMT dengan nasabah. Nantinya, nasabah akan membayar harga barang itu dengan mengangsur. Skim yang digunakan biasanya murabahah, salam, isthisna dan bitsaman ajil. Sedangkan pembiayaan non profit biasanya dikenal dengan nama pembiayaan kebajikan (qardhul hasan). Pembiayaan ini bersifat sosial dan non komersial, dan nasabah hanya mengembalikan pokok pinjamannya saja. Pengunaan dananya bisa untuk urusan sosial, misalnya biaya pengobatan, sekolah dan pembiayaan sejenisnya. Bisa juga dananya digunakan untuk kegiatan produktif, seperti modal dagang kecil-kecilan, seperti jual sayur keliling, servis sepatu dan kegiatan sejenisnya.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Baitul_Maal_wa_Tamwil
http://www.ekonomisyariah.org/?page=konsultasi-detail&command=detail-konsultasi&sheet=1&id1=6
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Baitul_Maal_wa_Tamwil
http://www.ekonomisyariah.org/?page=konsultasi-detail&command=detail-konsultasi&sheet=1&id1=6
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar